NUAITYT

Media Berita Terupdate Aktual & Terpercaya

Kenapa Adopsi Kripto Indonesia Bisa Tembus Peringkat 3 Dunia? Ini Alasannya

NUAITY NEWS, Jakarta – Indonesia tercatat sebagai salah satu negara dengan adopsi kripto tertinggi di dunia menurut Chinalysis: Geography of 2024 Cryptocurrency Report, tepatnya peringkat ke-3 setelah India dan Nigeria. Apa itu driver? 

Riset Adopsi Kripto Global yang dirilis setiap setengah tahun menjelaskan bahwa peringkat Indonesia naik dari peringkat 7 (2022-2023) menjadi peringkat 3 besar karena bertambahnya investor yang berani. Kemajuan teknologi.

Product Manager PT Pintu Kemana Saja (Pintu) Barry Mathieu Mayer menjelaskan saat ini banyak pengguna kripto di Indonesia yang tertarik untuk memperoleh kemajuan teknologi termasuk meningkatkan kelayakan pengoperasiannya sebagai alternatif investasi. 

“Saya yakin pasar kripto Indonesia berkembang pesat, terutama karena sifat baru kripto dan potensi keuntungan yang cepat. Banyak orang yang masih melihat kripto sebagai instrumen keuangan spekulatif,” jelasnya dalam riset yang dikutip, Rabu. 9/10/2024).

Hal ini terbukti berdasarkan perhitungan yang dilakukan Chinalysis terkait nilai mata uang kripto yang diterima di Tanah Air pada Juli 2023 hingga Juni 2024, Indonesia menjadi yang tertinggi di kawasan Tengah, Asia Selatan, dan Oseania (CSAO) dengan USD 157,1 miliar. Berikutnya, India sebenarnya berada di urutan ke-2, disusul Vietnam, Australia, dan Thailand.

Selain itu, keterbukaan investor Indonesia terhadap potensi dan manfaat teknologi blockchain tercermin dari pesatnya adopsi keuangan terdesentralisasi (DeFi), dimana Indonesia menempati peringkat 1 indeks nilai DeFi dunia.

Sementara berdasarkan karakteristik transaksi kripto bagi investor kelas menengah, Chinalysis menemukan bahwa dibandingkan negara CSAO terkemuka lainnya seperti Singapura dan Thailand, Indonesia memiliki jumlah investor yang bertransaksi antara US$1.000 hingga US$10.000 lebih tinggi. , Vietnam, India dan Australia.

Alhasil, pengguna kripto di Indonesia bisa dikatakan termasuk dalam kategori tidak terlalu peduli dengan fenomena trilema blockchain yang kerap ditakuti oleh orang-orang yang baru mengenal dan mempelajari platform desentralisasi.

“Banyak masyarakat Indonesia yang datang ke grup Telegram untuk menyediakan dan mencari sinyal perdagangan, seperti yang telah mereka lakukan di saham selama beberapa waktu. Namun, aktivitas kripto sangat intens karena banyak token baru,” tambahnya. 

Sekadar informasi, trilema blockchain diciptakan oleh salah satu pendiri Ethereum (ETH), Vitalik Buterin, yang mengacu pada pengembangan kripto di mana sekelompok pengembang koin biasanya dipaksa untuk memilih dua dari tiga faktor antara desentralisasi, keamanan, atau skalabilitas. .  

Misalnya, blockchain Bitcoin (BTC) sangat aman dan terdesentralisasi, namun hal ini mengorbankan skalabilitas karena hanya memproses 7 transaksi per detik. Bayangkan betapa tidak bergunanya BTC sebagai alat transaksi dibandingkan Visa yang mampu memproses 63.000 transaksi per detik.

Secara umum, blockchain memungkinkan sisi terdesentralisasi untuk beroperasi tanpa kendali pusat, sehingga memungkinkan setiap pengguna untuk berpartisipasi dalam proses validasi melalui mekanisme konsensus. 

Sementara itu, keamanan blockchain khususnya pada jaringan publik sangat penting karena rentan terhadap serangan hacker. Terakhir, skalabilitas mengacu pada kemampuan jaringan untuk memproses transaksi dalam jumlah besar dengan cepat dan efisien, yang sangat penting untuk adopsi massal.

Oleh karena itu, permasalahan adopsi kripto sering kali terjadi karena sangat sulitnya mengoptimalkan ketiga aspek trilema secara bersamaan. Kekhawatiran investor tidak dapat dihindari sehingga harga setiap token kripto sangat berfluktuasi di pasar.

Lembaga pendidikan kripto Bindu Academy menjelaskan bahwa banyak solusi yang masih dikembangkan, seperti peralihan dari Proof-of-Work (PoW) ke Proof-of-Stake (PoS) di ETH, yang meningkatkan skalabilitas tanpa mengorbankan desentralisasi dan keamanan. 

“Selanjutnya, teknologi lapisan-1 dan lapisan-2 seperti sharding, rollup, dan sidechains terus dieksplorasi untuk meningkatkan kinerja blockchain secara keseluruhan. Pengembang di seluruh dunia terus berinovasi untuk mencapai keseimbangan antara desentralisasi, keamanan, dan skalabilitas. Tim Bindu Academy .

Senada dengan itu, Asih Karnengsih, Direktur Eksekutif Asosiasi Blockchain Indonesia, mengatakan keterbukaan investor kripto Tanah Air terhadap berbagai teknologi blockchain baru didorong oleh generasi milenial dan Generasi Z yang jumlahnya melebihi 50% dari total.

“Kami yakin minat ini memberikan pasar yang dinamis bagi inovasi dan teknologi baru,” kata Karnengsih dalam risetnya.

Selain itu, berbagai program pendidikan semakin meningkat di tingkat universitas dan sekolah, yang selanjutnya merangsang minat dan pengetahuan di kalangan investor muda.

“Kami sangat menekankan pentingnya mendorong talenta muda untuk mengeksplorasi blockchain dan membantu mereka menjadi lebih terinformasi dan percaya diri dalam mengeksplorasi pasar kripto, serta mendorong lanskap investasi yang dinamis dan inovatif di negara ini,” tutupnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *