Bisniss.com, Jakarta – Indonesia resmi mendaftar keanggotaan BRICS setelah menyatakan minatnya untuk bergabung dengan blok ekonomi tersebut.
Pada KTT BRICS Plus di Kazan, Rusia, Menteri Luar Negeri Sugiono menyampaikan keinginannya untuk bergabung dengan aliansi 5 negara besar: Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan (kini sudah semakin banyak anggota yang bergabung).
Ekonom Center for Economic and Legal Studies (Selios) menilai dinamika politik kepemimpinan baru menempatkan Indonesia pada posisi yang kurang strategis jika ingin bergabung dengan aliansi BRICS.
CEO Celios Bhim Yudhishthir menilai pendaftaran resmi Indonesia di BRICS semakin menegaskan ketergantungan Indonesia pada Tiongkok.
Faktanya, bahkan tanpa BRICS, porsi investasi dan perdagangan Tiongkok di Indonesia sudah sangat besar. Misalnya, impor Indonesia dari Tiongkok meningkat sebesar 112,6% selama 9 tahun terakhir, dari $29,2 miliar pada tahun 2015 menjadi $62,1 miliar pada tahun 2023.
Sementara investasi Tiongkok meningkat 11 kali lipat dalam periode yang sama. Indonesia juga tercatat sebagai penerima pinjaman Belt and Road Initiative pada tahun 2023 terbesar dibandingkan negara lain, ujarnya dalam siaran pers, Sabtu (25/10/2024). ). ). ).
Di sisi lain, Bhim mengatakan ketergantungan Indonesia pada China justru membuat perekonomian semakin rapuh.
Berdasarkan World Economic Outlook Dana Moneter Internasional (IMF), perekonomian Tiongkok diperkirakan menyusut 3,4 persen dalam 4 tahun ke depan, ia memperkirakan masuknya Indonesia ke dalam BRICS akan melemahkan kinerja perekonomian.
Idealnya, situasi ini disikapi dengan memperkuat diversifikasi negara mitra di luar Tiongkok dibandingkan menjadi anggota BRICS, kata Bhim tentang upaya Indonesia bergabung dengan BRICS.
Direktur misi Selios Sino-Indonesia Muhammad Zulfikar Rakhmat juga menyatakan keyakinannya bahwa Indonesia tidak memiliki keinginan untuk bergabung dengan BRICS.
“Atas kehadiran Tiongkok dalam kelompok tersebut, dikhawatirkan akan mempengaruhi kebebasan Indonesia dalam bertindak terhadap berbagai permasalahan mendasar. Salah satunya adalah respons terhadap manuver Tiongkok di kawasan Laut Cina Selatan,” ujarnya.
Selain itu, negara-negara anggota BRICS seperti Tiongkok dan India juga pernah mengalami bentrokan hebat di sepanjang tiga wilayah perbatasan kedua negara termasuk Himachal Pradesh, Uttarakhand, dan Arunachal Pradesh.
Menurut Zulfiqar, konflik ini kemungkinan besar akan menghambat stabilitas hubungan Tiongkok dan India dan juga akan berdampak pada kemitraan aliansi BRICS.
Peneliti Selios Yeta Poornama menambahkan, masuknya Indonesia ke dalam BRICS kemungkinan besar akan mempengaruhi masuknya Indonesia ke dalam Organization for Economic Co-operation and Development (OECD).
Peluang Indonesia untuk mendorong pembangunan berkelanjutan dengan kelompok ini tampaknya semakin berkurang.
“Dibandingkan negara-negara BRICS, urgensi Indonesia untuk bergabung dengan OECD jauh lebih tinggi, hal ini sejalan dengan upaya Indonesia untuk menjadi negara maju. Selain itu, dinilai memiliki jumlah anggota yang banyak di kelompok OECD. Lebih penting lagi karena Indonesia perlu melakukan diversifikasi ke mitra yang lebih luas di luar Tiongkok,” kata Yata
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel
Leave a Reply