NUAITYT

Media Berita Terupdate Aktual & Terpercaya

Sosok BJ Habibie di Balik PTDI, Pesawatnya Laris Diborong Republik Demokratik Kongo

NUAITY NEWS, JAKARTA — Pesawat yang dibuat oleh satu-satunya perusahaan manufaktur pesawat terbang di Indonesia, PT Dirgantara Indonesia (PTDI) laris manis dibeli oleh Republik Demokratik Kongo.

Berdasarkan catatan Bisnis, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas mengungkapkan lima pesawat N219 produksi PT Dirgantara Indonesia (PT DI) dijual ke Republik Demokratik Kongo.

Pesawat N219 merupakan produk hasil karya anak bangsa dengan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) sebesar 40%.

Saat itu, nilai penjualan kelima unit pesawat tersebut diperkirakan mencapai 66,2 juta dollar AS atau sekitar Rp 1,02, yaitu sekitar 1 US$ = Rp. Sosok dibalik PTDI

Pria bernama lengkap Bacharuddin Jusuf Habibie ini merupakan sosok dibalik lahirnya PT Dirgantara Indonesia. Ia dilahirkan di Kota Pare-Pare, Sulawesi Selatan pada tanggal 25 Juni 1936. 

Sebelum menjadi salah satu orang paling berpengaruh di Indonesia, BJ Habibie bersekolah di SMAK Dago, Bandung pada tahun 1954 dan melanjutkan kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB).

Karena kecerdasan dan kreativitasnya, BJ Habibie melanjutkan studinya ke Jerman bersama teman-temannya yang lain. Namun alih-alih menggunakan beasiswa tersebut, BJ Habibie justru menggunakan uang dari ibunya, R.A Tuti Marini Puspowardojo.

Di Jerman, BJ Habibie memilih belajar Teknik Penerbangan, spesialisasi Konstruksi Pesawat Terbang, di Rhein Westfalen Aachen Technische Hochschule, Jerman pada tahun 1955.

Di sana BJ Habibie belajar menjadi master teknologi penerbangan dan menjadi insinyur penerbangan yang mulai membuat pesawat terbang di Indonesia. 

Dari PT Industri Pesawat Nurtanio yang berdiri pada tanggal 26 April 1976, perusahaan ini resmi berdiri dengan BJ Habibie diangkat sebagai CEO. Ketika bangunan fisik pabrik selesai dibangun, pada Agustus 1976 Presiden Soeharto membuka pabrik tersebut.

Pada tanggal 11 Oktober 1985, PT Industri Pesawat Nurtanio dialihkan ke PT Industri Pesawat Nusantara atau IPTN.

Pada masa inilah seluruh prasarana, sarana, sumber daya manusia, peraturan perundang-undangan, serta yang berkaitan dengan penunjang eksistensi industri penerbangan ditata secara terpadu. 

Selain itu, industri ini juga telah mengembangkan konsep teknologi berkelanjutan dan revolusi industri yang telah memberikan hasil yang sangat baik dalam upaya peningkatan teknologi penerbangan dalam jangka waktu yang relatif singkat yaitu 20 tahun.

Selama 24 tahun berdirinya, IPTN telah berhasil mentransfer teknologi penerbangan yang maju dan maju, terutama dari Belahan Barat, ke Indonesia. IPTN juga mengelola desain pesawat, pengembangan dan produksi pesawat penumpang regional berukuran kecil dan menengah.

Menghadapi sistem pasar global yang baru, IPTN mendefinisikan kembali dirinya sebagai ‘IPTN 2000’ yang meluncurkan strategi baru, fokus pada bisnis, untuk menghadapi situasi saat ini dengan struktur baru.

IPTN kemudian mulai mengkomersialkan kemampuan canggihnya di bidang teknik, menawarkan desain pesawat untuk layanan operasi pengujian, manufaktur, suku cadang aeronautika dan non-aeronautika, serta layanan purna jual.

Setelah ikut serta, IPTN berganti nama menjadi PT Dirgantara Indonesia (Persero) atau Dirgantara Indonesia disingkat IAe yang diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia KH. Abdurrahman Wahid, Bandung pada 24 Agustus 2000.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA channel

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *