NUAITYT

Media Berita Ekslufif Dalam & Luar Negeri

Suami Pelit pada Istri atau Sebaliknya, Allah Beri Peringatan Lewat Al-Quran Surat Ali Imran

Nuaityt, Batavia – Laki-laki tidak boleh serakah terhadap istri dan anak, dan seorang istri tidak boleh serakah terhadap suaminya.

Sikap dermawan biasanya menunjukkan kepribadian yang sangat dermawan dalam memberi. Pasangan yang tamak seringkali menunjukkan upaya belanja berlebihan dengan dalih menstabilkan keuangan keluarga.

“Tanpa adanya komunikasi yang baik, seringkali timbul sifat pelit pada salah satu pasangan dalam hubungan suami istri, yang juga dapat menimbulkan perasaan bahwa pasangan tidak memahami dengan baik kebutuhan keluarga,” kata Al-Al- .Kata guru Peter, Durjan. Pondok Pesantren Hikmah Darussalam.

Oleh karena itu, kata dia, Islam melarang manusia bersikap serakah dan tidak toleran. Larangan terhadap keserakahan tentu tidak hanya terbatas pada bisnis keluarga saja. Larangan ini ditegaskan langsung oleh Allah dalam Al-Qur’an.

 .

Artinya:

“Orang-orang yang tamak terhadap anugerah yang Allah berikan kepadanya, tidak pernah berpikir bahwa itu baik bagi mereka (keserakahan). Namun sebaliknya, itu buruk bagi mereka di hari kiamat, mereka akan diberi pahala dalam bentuk aslinya .Kepunyaan Allah-lah langit dan langit. Dan kepunyaan bumi Allah-lah yang memperhatikan apa yang kamu kerjakan (QS ‘Ali Imran, [3]: 180).

Imam Fakhruddin ar-Razi menjelaskan bahwa selain perilaku tafsir dilarang dalam tafsir, ayat-ayat di atas juga menunjukkan adanya penghinaan (dzamm) terhadap orang yang tamak pada hal-hal yang baik dan bermanfaat.

Orang yang tamak sangat dilaknat dalam Islam dan akan mendapat siksa yang pedih pada hari kiamat. (Tafsir Mafatihul Ghaib, [Beirut: Darul Ihya at-Turats, cetakan ketiga, 1420 H], volume 9, halaman 443).

“Dengan cara ini Islam merespons dengan tegas terhadap kegigihan. Ustaz Sunnatulah menjelaskan, “Masyarakat termasuk suami dan istri hendaknya menghindari sifat hemat atau hemat, mengorbankan anggota keluarga demi kebutuhan pasangan dan anak-anaknya.”

Lantas apa saja pantangan atau tindakan yang membuat seorang laki-laki bisa terpanggil Islam dalam hubungannya dengan istrinya dan sebaliknya?

Pendapat berbagai ulama dalam mendefinisikan ilmu ekonomi adalah sebagai berikut.

Merujuk pada uraian kitab Imam al-Ghazali, kedengkian (al-bakhil) berarti tidak memberi seseorang apa yang seharusnya ia berikan. Dia menjelaskan:

Semoga Allah memberkati dia dan memberinya kedamaian.

Artinya:

“Orang kikir adalah orang yang menahan sesuatu yang besarnya tidak dapat ditentukan secara pasti menurut hukum syariah atau etika beradab (muruah)” (Ihya Ulumiddin, [Beirut: Darul Ma’rifah, t.t.

Penjelasan Al-Ghazali mengandaikan bahwa kedengkian adalah perbuatan tidak memberikan apa yang menjadi haknya baik berdasarkan hukum syariah maupun norma sosial.

Namun menurutnya, batasan perilaku serakah tidak dapat ditentukan secara tepat karena bergantung pada konteks situasi dan kebutuhan individu.  Namun, al-Ghazali menekankan bahwa kedengkian dapat ditemukan ketika seseorang menahan kekayaan untuk tujuan yang sesuai dengan syariah dan kejujuran etis. Dia berkata;

 berdiri

Artinya:

“Mungkin batas-batas berhemat itu punya sifat punya tujuan tertentu, di mana tujuan itu lebih utama dari sekadar menjaganya. Misalnya, menjaga agama lebih penting daripada menjaga harta yang menghalangi Zakat dan penghidupan III, hal.

Dalam kitab lainnya Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa orang yang tamak adalah orang yang tidak mau berkomunikasi dengan orang lain.

 Kehendak Tuhan, Kehendak Tuhan, Kehendak Tuhan, Kehendak Tuhan, Kehendak Tuhan

Artinya:

“Sesungguhnya orang yang dermawan adalah orang yang enggan memberikan apa yang dimilikinya kepada orang lain” (Bidayatul Hidayah, [Beirut: Darul Polar Ilmiah, n.t.], halaman 18).

Sedangkan menurut Syekh Muhammad bin Abdurrahman bin Abdurrahim al-Mubarakfuri, pengertian orang kikir adalah orang yang tidak menunaikan tugas dan tanggung jawabnya. Dia mengatakan dalam bukunya:

 tidak bagus

Artinya:

“Dia adalah orang shaleh yang tidak menunaikan kewajibannya” (Tuhfatul Ahwadzi bi Syarhi Jami’it Tirmizi, [Beirut: Darul Polar Ilmiah, n.t.], Volume 6, Halaman 81).

Orang bisa dikatakan serakah jika mengacu pada pendapat al-Mubarakfuri, yaitu orang yang tidak menunaikan kewajibannya. 

“Dalam konteks keluarga, jika laki-laki tidak memberikan nafkah dan kebutuhan hidup istri dan anak-anaknya, maka ia dianggap serakah.”

Menurut pendapat al-Mubarakfuri, Ibnul Qayyim al-Jauziyah mengatakan dalam kitabnya bahwa orang kikir adalah orang yang tidak memberikan apa yang dibutuhkannya. Jika dia memenuhi kewajiban tersebut, dia tidak dianggap serakah. Dia berkata;

Berkah Allah

Artinya:

“Keserakahan adalah orang yang mewajibkan suatu hal. Orang yang telah memenuhi seluruh hartanya tidak dikatakan pelit. Padahal, menahan apa yang diberikan adalah kedengkian” (Jalaul Afham fi Fadhlis Shalati’ ala Muhammadin Khairil Anam, [Kuwait: Darul’ Arubah, barang cetakan lainnya, 1987], halaman 385).  

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *