NUAITYT

Media Berita Ekslufif Dalam & Luar Negeri

Ramai di Medsos soal Monkeypox Efek Samping dari Vaksin COVID-19, Kemenkes: Tidak Ada Hubungannya

Nuaityt, Jakarta Banyak akun media sosial yang menyebut Mpox merupakan efek samping vaksin COVID-19. Terkait hal tersebut, Kementerian Kesehatan RI menyatakan bahwa Mpox bukan disebabkan oleh vaksin COVID-19. Tidak ada hubungan antara vaksin melawan COVID-19 dan penyakit Mpox.

“Mpox tidak bisa dikatakan sebagai penyakit akibat efek vaksin COVID-19. Tidak ada hubungannya dengan itu,” kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril.

Lebih lanjut, Syahril mengatakan Mpox dan COVID-19 merupakan dua penyakit yang berbeda. 

Mpox adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Mpox (MPXV), spesies dari genus Orthopoxvirus. Virus MPXV ada dua kelas, yaitu Clade I (dengan subkelas Ia dan Ib) dan Clade II (dengan subkelas IIa dan IIb). Clade Ia dan Ib memiliki manifestasi klinis yang lebih parah dibandingkan Clade II.

Sedangkan COVID-19 merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 yang pertama kali ditemukan di Tiongkok pada akhir tahun 2019. Kemudian menyebar ke seluruh dunia dan menyebabkan pandemi pada tahun 2020. Mpox ditemukan puluhan tahun sebelum COVID-19.

Penyakit yang sebelumnya disebut cacar monyet atau Monkeypox ini ditemukan puluhan tahun sebelum munculnya COVID-19.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan kasus Mpox pada manusia pertama dilaporkan di Republik Demokratik Kongo pada tahun 1970.

Mpox sudah ada sebelum COVID-19. Mpox sudah ada sejak tahun 1970 dan mewabah di Afrika Barat dan Tengah, seperti Afrika Selatan, Pantai Gading, Kongo, Nigeria, dan Uganda, jelas Syahril di Jakarta.

Selain itu, Mpox masih ada di Afrika, namun penularannya tidak terjadi secara sporadis. Jika terjadi peningkatan kasus dan penyebaran kasus di negara-negara di luar Afrika, maka WHO telah menetapkan Mpox berstatus darurat global.

“Pada tanggal 23 Juli 2022, WHO menetapkan status Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) untuk Mpox. Indonesia juga memiliki satu kasus terkonfirmasi saat itu, kemudian dilanjutkan pada tahun 2023 dan pada tanggal 11 Mei, WHO mencabut status darurat tersebut.”

 Pada tanggal 14 Agustus 2024, WHO menetapkan kembali Mpox sebagai PHEIC menyusul peningkatan kasus di Afrika Tengah dan Barat, khususnya di Republik Demokratik Kongo dan banyak negara Afrika. Lalu ada laporan di luar negara-negara Afrika.

Syahril mengingatkan, penularan virus Mpox antar manusia bisa terjadi melalui kontak langsung. Berdasarkan laporan global mengenai kasus Mpox yang terkonfirmasi, mayoritas terjadi di kalangan laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki (LSL).

“Dalam laporan kasus Mpox di negara-negara di dunia cenderung terjadi pada laki-laki, hampir 96 persennya adalah laki-laki, dan 60 persennya adalah LSL,” kata Syahril. 

 

Namun, terdapat kasus terkonfirmasi Mpox yang dialami kelompok sosial di luar LSL karena kontak dekat dengan pasien cacar monyet. 

“Mpox merupakan penyakit yang dapat menular melalui kontak langsung. Kontak langsung bisa berupa berjabat tangan, berpegangan tangan, termasuk kontak seksual,” jelas juru bicara Syahril.

Namun virus Mpox dapat menular secara tidak langsung melalui benda yang terkontaminasi.

Namun ada pula yang tertular di luar kelompok ini sehingga ada orang lain yang tertular Mpox, sehingga menyerang semua orang, termasuk anak-anak jika tinggal bersama orang tua atau pembantu rumah tangga yang positif mengidap virus Mpox. bantal, handuk, dan sebagainya.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *