NUAITYT

Media Berita Terupdate Aktual & Terpercaya

Antisipasi Dampak PPN 12% hingga Penghematan Perdin, PHRI Pilih Mode Survival

NUAITY NEWS, Jakarta – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) memperkirakan dampak kebijakan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) hingga 12% dan penghematan anggaran perjalanan dinas kementerian badan tersebut.​

Ketua Umum PHRI Hariyadi Sukamdani mengatakan, prediksi yang dilakukan, khususnya untuk daerah yang kunjungan wismannya rendah, yakni dengan pendekatan survival.​

“Tentunya kita dalam survival mode dan harus bisa mengatur pengeluaran,” kata Hariyadi dalam jumpa pers di Saheed Grand Hotel, Selasa (19 November 2024).

Ia mengatakan, suka atau tidak suka, mengingat dampak kebijakan PPN 12%, berkurangnya daya beli, dan penghematan anggaran perjalanan bisnis hotel dan restoran yang signifikan, survival mode harus diterapkan. Dampaknya juga meluas ke rantai yang sudah ada, mulai dari penjual ternak, pertanian, yang sebagian besar merupakan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).​

Selain itu, ada kemungkinan industri menghentikan sementara aktivitas kerja bagi pekerja tidak tetap. Saat ini, kata Hariardi, jumlah pekerja tetap di industri restoran dan katering semakin sedikit dibandingkan jumlah pekerja tidak tetap.

“Pekerja sehari-hari bergantung pada omset, kalau penjualan bagus mereka akan bekerja, jika penjualan tidak bagus harus tutup,” ujarnya.

Hariyadi mengatakan, permasalahan tidak berhenti sampai disitu saja, kebijakan tersebut juga berdampak pada pemerintah daerah (Pemda). Perlu diingat bahwa pemerintah daerah mengenakan pajak pada hotel dan restoran.​

Oleh karena itu, PHRI meminta Presiden Prabowo Subianto mempertimbangkan kembali kebijakan kenaikan pajak pertambahan nilai menjadi 12% pada tahun depan dan menghemat anggaran perjalanan dinas Kementerian BUMN.​

“Kita semua berharap pemerintah mengkaji ulang kebijakan PPN dan penghematan Pedini terkait akomodasi,” tutupnya.​

Dari sisi dunia usaha, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan tidak ada penundaan penerapan PPN 12% pada tahun depan. Pasalnya, Undang-Undang (UU) 7/2021 mengatur PPN harus naik 1% pada 1 Januari 2025, dari 11% menjadi 12%.

“Kita harus bersiap agar bisa dilaksanakan, tapi ada penjelasan yang baik agar bisa [diimplementasikan],” kata Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Panitia XI DPR RI, Rabu (13 November 2024).

Namun Bendahara Negara memastikan kenaikan PPN hingga 12% tidak berlaku untuk seluruh barang dan jasa. Kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan dan transportasi merupakan barang/jasa yang termasuk dalam daftar pembebasan PPN.

Selain menaikkan PPN pada tahun depan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) juga mengarahkan kementerian dan lembaga untuk meningkatkan efisiensi biaya perjalanan dinas tahun anggaran 2024.​

Dalam surat tertanggal 7 November 2024, Menkeu meminta para pimpinan departemen/lembaga mengkaji ulang berbagai kegiatan dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran atau DIPA TA 2024 yang memerlukan biaya perjalanan dinas yang bisa dihemat namun tetap dalam program. efektivitas rencana tersebut. Tujuan dari masing-masing kementerian lembaga.​

Penghematan anggaran perjalanan dinas tersebut minimal setengah dari batas belanja perjalanan dinas DIPA tahun anggaran 2024.​

Terkait biaya perjalanan dinas, minimal 50% dari sisa batasan biaya perjalanan dinas berdasarkan DIPA TA 2024 akan dihemat terhitung mulai tanggal surat ini, tulis Sri Mulyani dalam surat yang dikutip Selasa (20/2).

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *