NUAITY NEWS, JAKARTA – Pengusaha diingatkan akan dipecat dari pekerjaannya dan tidak ada ekspansi usaha akibat devaluasi yang terjadi dalam lima bulan terakhir atau pada Mei-September 2024.
Wakil Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani membenarkan devaluasi tersebut disebabkan pengurangan sumber daya manusia. Daya beli masyarakat menurun akibat kegagalan pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja yang baik.
Hariyadi melihat kini banyak masyarakat yang beralih ke sektor informal karena pasokan tenaga kerja melebihi permintaan. Dampaknya, daya beli masyarakat pun ikut terdampak karena pendapatan di sektor informal biasanya lebih kecil dibandingkan pendapatan di sektor normal/produktif.
Begitu pula dengan dunia usaha yang tidak akan terpacu untuk melakukan ekspansi. Jika daya beli lemah maka pengusaha tidak berani mengembangkan usahanya sehingga tidak ada lapangan kerja.
Hariyadi mengatakan kepada Bisnis, “Ekspansi selalu tergantung permintaan. Kalau permintaan lemah, tidak ada yang berani ekspansi. Kalau pasar bagus, masyarakat pasti ekspansi. Kalau turun, tentu ekspansi kembali.” pada Rabu (10 September 2024).
Parahnya, Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Sarman Simanjorang mengungkapkan potensi terjadinya PHK karena berkurangnya daya beli. Negara ini juga mengalami depresiasi selama lima bulan berturut-turut terkait dengan penurunan angkatan kerja.
Sarman mengatakan: “Ini merupakan ancaman yang serius karena jika dibiarkan dalam jangka waktu yang lama akan sangat berdampak pada menurunnya usaha para pengusaha dan berdampak pada neraca keuangan, bisa merumahkan pekerja bahkan bisa mengakibatkan pekerja. ” untuk Bisnis, dilansir Rabu (10 September 2024).
Menurut dia, pedagang tidak mungkin menghentikan aktivitasnya. Namun jika penjualan menurun, maka biaya-biaya di bidang lain seperti gaji karyawan harus dipangkas agar bisnis tetap berjalan.
Untuk itu, Sarman mendesak pemerintah melakukan kajian untuk mengetahui penyebab utama depresiasi selama lima bulan berturut-turut. Dia mencontohkan, bisa saja bantuan sosial (bansos) sebagai kebutuhan pokok memaksa masyarakat untuk tidak membeli lebih banyak sehingga berujung pada depresiasi.
Ia menambahkan, bantuan sembako diberikan langsung oleh produsen, bukan di pasar, sehingga tidak berdampak pada perekonomian.
Oleh karena itu, kami berharap pemerintah dapat melakukan audit untuk mengetahui akar penyebab krisis tersebut agar pemerintah tidak salah dalam melakukan tindakan preventif agar perubahan ini tidak tertunda, kata Sarman.
Selain itu, ia juga menilai laju Pilkada 2024 serta libur Natal dan Tahun Baru pada triwulan IV 2024 dapat memicu kelesuan perekonomian. Dengan begitu, para pengusaha dapat menyambut tahun 2025 dengan aman dengan pemerintahan baru Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Badan Pusat Statistik sebelumnya mencatat lima bulan terakhir terjadi penyusutan, yakni pada Mei (0,03 persen), Juni (0,08 persen), Juli (0,18 persen), Agustus (0,03 persen), dan September (0,03 persen). 12%).
Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita dan Jaringan WA
Leave a Reply