NUAITYT

Media Berita Terupdate Aktual & Terpercaya

Anjani dan Tangan-Tangan Mungil yang Menjelajah hingga ke Moscow

NUAITY NEWS, Jakarta – Usianya baru 17 tahun muncul ide untuk menghasilkan produk berkualitas di kotanya sendiri. Berbeda dengan remaja putri seusianya yang banyak menghabiskan waktunya untuk belajar dan bermain bersama teman-temannya, ia memilih bekerja keras di tempat kerja.

Saya Anjani Sekhar Arum. Pada tahun 2008, saat masih duduk di bangku SMA, ia mempunyai ide untuk membuat merek unggulan produk di kota Batu, Jawa Timur. Secara kebetulan, pemerintah kota mengadakan kompetisi untuk menciptakan produk-produk berkualitas tinggi di wilayahnya.

Saat itu banyak yang menduga Batu adalah bagian dari Malang. Bahkan, terjadi perluasan pada tahun 2001. Kota sejuk ini terkenal hanya dengan produksi buah dan bunganya saja. Anjani pun banyak berpikir dalam menciptakan citra Kota Batu.

Dia berpikir untuk membuat batik. Namun batik Indonesia memiliki banyak corak bunga dan buah. Ia kemudian melakukan kajian budaya. Penelitian tersebut memakan waktu beberapa tahun hingga pada tahun 2013 akhirnya muncul ide batik bermotif Bantegan.

Bantegan merupakan komunitas seni komunitas yang terletak di lereng Arjuno, sebelah utara kota Batu, berbatasan dengan Pasuruan dan Mozokoto. Kepala sapi digunakan dalam seni tari masyarakat daerah tersebut.

Kesenian inilah yang menginspirasi Anjani dan rekan-rekannya untuk menciptakan batik bermotif Bantegan. Ide Anjani disetujui, menolak lebih dari 1.000 pengajuan dari masyarakat Batu saat itu.

Bahkan, saat diluncurkan pada 2014 lalu, batik Bantegan sudah terdaftar di Museum Rekor Indonesia (MURI). Pasalnya melibatkan kesenian Bantegan dari lebih dari 1.600 desa dan jalanan di Kota Batu.

Anjani berasal dari keluarga seniman dan membawa konsep batik Bantegan ke masyarakat melalui komunitasnya. Namun mendorong masyarakat untuk membatik ternyata sulit. Apalagi budaya utamanya adalah budaya petani.

Awalnya, saat batik Bantegan diluncurkan, masyarakat sangat heboh. Lalu berlatih. Namun, tidak banyak orang yang dilatih menjadi empu batik.

Maaf, dari 25 orang yang dilatih, hanya 2 orang yang terjebak, dan itu tidak berlangsung lama. Kebanyakan dari mereka adalah mantan petani, dan mereka. pekerjaan itu seperti apa,” kata Anjani saat diwawancara Bisnis beberapa waktu lalu.

Ilustrasi pembatik di Galeri Andana, dan karya batik Bantegan khas seni masyarakat Batu Jawa Timur.

Ia sempat membawa saputangan dari luar. Namun, masih terdapat kekurangan pekerja. Terakhir, ia memberdayakan siswa sekolah dasar dan menengah untuk membatik. Ide tersebut muncul pada tahun 2015 saat ia bertemu dengan Aliya, seorang gadis berusia 9 tahun yang tertarik dengan pembuatan batik.

Program tersebut termasuk dalam kegiatan ekstrakurikuler sekolah. Pada tahun 2018, ia mendapat dukungan dari Dinas Pendidikan Kota Batu untuk mendistribusikan alat membatik ke sekolah-sekolah. Kontribusi masing-masing siswa dalam pembuatan batik Bantegan terbilang kecil.

Mahasiswa yang mengikuti kegiatan ini dapat menghasilkan batik tulis minimal dalam waktu satu tahun. Beberapa siswa membuat batik yang dijual di dalam dan di luar masyarakat. Ada juga pameran yang terlibat dalam penjualannya.

Selain sekolah, Anjani berlatih di sanggarnya, Andana. Saat ini, ada sekitar 200 anak di Batu yang mengikuti komunitas batik tulis. Meraih Penghargaan “Indonesia Satu”.

Omah Batik Cilik (populer dengan sebutan) memenangkan SATU Indonesia Award pada tahun 2017.

Penghargaan mencakup bidang kesehatan, pendidikan, lingkungan hidup, kewirausahaan, teknologi dan kategori lainnya untuk kelompok yang mewakili lima bidang ini. Program ini sudah memasuki tahun ke-15.

Anjani menerima penghargaan ini atas inisiatif wirausaha yang berkontribusi terhadap kesejahteraan dan kemajuan masyarakat sekitar. Ngomong-ngomong, lulusan Jurusan Seni dan Desain Fakultas Seni Rupa Universitas Nasional Malang ini menyebarkan metode pemberdayaannya hingga ke Yogyakarta.

Gedangsari, komunitas kecil pembatik di Gunungkidul, Yogyakarta, berbenah mulai Oktober 2021. Komunitas ini mengalami pertumbuhan pesat. Saat ini terdapat lebih dari 150 siswa dari berbagai jenjang pendidikan.

Tahun ini, komunitas tersebut diresmikan oleh Gunawan Salim, Ketua Yayasan Pendidikan Astra-Michael D. Ruslim (YPA-MDR). Selain YPA-MDR, masyarakat didukung langsung oleh Asuransi Astra Syariah.

Abdullah Holifah, Direktur Tanggung Jawab Lingkungan dan Sosial Asuransi Astra, mengatakan pengetahuan dan keterampilan yang baik menjadi modal utama kesuksesan masa depan generasi muda.

“Kehadiran Omah Pembatik Cilik diharapkan dapat memberikan langkah-langkah yang memadai bagi anak-anak dan pelajar dalam mengembangkan kreativitas dan keterampilannya serta menjaga kekayaan budaya Indonesia,” ujarnya kepada Bisnis.

Anjani Sekar Arum mengajari siswa cara membuat batik Bantengan.

Batik Omah Pembatik Cilik tersedia dalam berbagai harga. Harga berkisar Rp 600.000 hingga Rp 4,8 juta per helai kain. Tak semua batik hasil karya anak tersebut masuk ke galeri Anjani. Bahkan banyak yang dijual sendiri.

“Akan ada negosiasi harga berdasarkan kualitas dan cacat, seperti ‘Apakah Anda membayar harga setinggi itu?’” Kini ada banyak kegiatan untuk memperingati fakta bahwa batik mereka [dijual] secara penuh,” kata Anjani.

Anjani menegaskan, pendapatan dari pekerjaannya tidak masuk ke kantong individu atau masyarakat. Namun tergolong tabungan pendidikan yang berkaitan dengan anak. “Dengan cara ini tidak akan ada eksploitasi terhadap anak-anak.”

Pendampingan ini juga mempengaruhi galeri Anjani. Mereka yang sudah dilatih dan dilatih adalah mereka yang bekerja di Andana. Saat ini jumlah karyawannya mencapai 49 orang. Mulai dari perajin dan pencelup hingga produsen produk turunan batik.

Berbeda dengan batik yang dibuat oleh pelajar. Anjani bisa menjual batik Bantengan produksi Andana hingga Rp 15 juta per potong. “Kalau harga batik cap berkisar Rp 2 lakh, maka harga batik tulis mulai Rp 5 lakh. Rp 15.000.000.”

Partai Demokrat justru menjadi masa sulit bagi Anjani. Pembeli cenderung menghindari ikon kepala banteng pada kain batik karena dianggap sebagai simbol identitas partai politik. Biasanya sebulan bisa terjual 60 selendang, namun kini hanya tersisa 40%-50%.

Namun, masih ada harapan. Pasalnya, batik tulis Anjani mampu menembus pasar luar negeri. Berangkat dari Malaysia, Singapura, Jepang, Australia, dan Hongkong menuju Moskow.

Pembatik mewarnai batik tulis sesuai petunjuk Anjani.​

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan WA Channel

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *