NUAITY NEWS, JAKARTA – Harga rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan awal pekan hari ini, Senin (7/10/2024), diperkirakan berubah namun ditutup rendah pada kisaran Rp 15.470 – Rp 15.580 , seiring dengan meningkatnya konflik timur antara pendapat Federal Reserve.
Pada perdagangan Jumat (10/4) pekan lalu, rupee ditutup menguat 0,37% atau 56,50 poin di Rp 15.485 per dolar AS.
Sementara itu, sebagian besar mata uang Asia melemah. Won Korea ditutup melemah 0,03% dan yuan Tiongkok melemah 0,11%. Ringgit Malaysia juga berada di zona merah dengan pelemahan 0,12%, sedangkan yen Jepang masih menguat 0,41%.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, pada kegiatan pekan ini, Senin (7/10/2024), rupiah diperkirakan mengalami pergerakan.
“Rupiah mampu ditutup melemah pada kisaran Rp15.470 – Rp15.580 untuk dolar AS,” tulisnya dalam keterangan tertulis yang dipublikasikan, Minggu (6/10/2024).
Ibrahim mengatakan, rupiah kemungkinan akan kembali ke level Rp 16.000 per dolar AS. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi melemahnya rupee terhadap dolar AS yaitu. eskalasi konflik di Timur Tengah, perekonomian AS dan ekspektasi penurunan suku bunga oleh Federal Reserve.
“Di luar negeri, ketegangan politik di Timur Tengah terus meningkat,” kata Ibrahim.
Situasi memanas di Timur Tengah setelah laporan serangan Iran terhadap pangkalan udara F-35 Israel. Iran melancarkan serangan besar-besaran (dilaporkan 180 rudal) terhadap Israel sebagai pembalasan atas pembunuhan Israel terhadap pemimpin kelompok Islam Hizbullah, Hassan Nasrallah, di Lebanon.
Faktor eksternal lainnya adalah perekonomian AS yang terus membaik. Kemudian, gejolak politik di Amerika Serikat meningkat pasca pemilihan presiden negara tersebut.
Menurutnya, perhatian investor tertuju pada laporan utama mengenai non-pembayaran pertanian Amerika yang akan segera diterbitkan. Hal ini memberikan petunjuk lebih lanjut mengenai prospek masa depan suku bunga Federal Reserve.
“Beberapa data yang dirilis minggu ini menunjukkan kondisi perekonomian AS yang stabil, setelah sektor jasa negara tersebut menghasilkan level tertinggi pada bulan September,” ujarnya.
Menurut Ibrahim, situasi tersebut membuat pelaku pasar mengurangi taruhannya terhadap penurunan suku bunga lagi sebesar 50 basis poin pada bulan depan.
Namun secara internal masih terdapat sumber pencemaran yang diduga disebabkan lemahnya daya beli masyarakat.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pergerakan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada September 2024 masih melanjutkan tren deflasi yakni -0,12% secara bulanan (month-on-month/ MtM). Artinya, Indonesia sudah mengalami deflasi selama lima bulan, setelah terakhir kali mengalami deflasi selama tujuh bulan pada krisis tahun 1999.
Simak berita dan artikel di Google News dan WA Channel
Leave a Reply